Jumat, September 04, 2009

Pernah Bayangin Nikah Muda?

Pernah bayangin nikah muda?
Dalam benak kita di jaman serba modern ini nikah muda dianggap sesuatu yang “Aduh, gimana gitu..” Apalagi kalau disertai embel-embel udah MBA (Married By Accident) alias keelakaan atau hamil di luar nikah. Duh, bayangin aja udah ngeri, apalagi kalo ngadepin masalah gitu, kayaknya aduh mak.. Belum siap dehh..
Dituntut tanggung jawab dan kewajiban yang sangat besar. Pertanyaannya, mampu nggak kita ngadepin kaya gitu?
Kalo enggak sih ya mending ga usah, ga usah coba-coba!
Kalo pun udah berani nyoba itu juga harus siap nerima segala resikonya, apapun itu!
Aku punya temen, sebut aja namanya Mawar (duh, kaya di surat kabar aja!), dia seumuran sama aku, malah lebih muda beberapa bulan daripada aku.
Kehidupan dia dari remaja udah gak normal aku pikir. Ya, orangtuanya cerai terus ibunya menikah lagi, Mawar dan adik perempuaanya ikut bersama ayahnya. Mawar mempunyai seorang kekasih, cukup lama menjalin hubungan dengan pria ini yang juga kakak kelas kami. Sebut saja namanya Robert.
Namun setelah lulus SMU, Robert melanjutkan studinya di Negeri Bambu.
Berat hati Mawar melepas kepergian sang kekasih yang telah menemani hidupnya selama 3 tahun belakangan ini. Kasih memang tak mengenal jarak, hubungan mereka tetap berjalan sehalus dan serapi mungkin. Alat komunikasi canggih seperti Handphone hingga internet tidak pernah absen menemani hari-hari mereka. Foto terbaru mereka selalu dikirim kepada pasangannya. Mereka selalu berkomunikasi dengan sangat baik, menurutku.
Dan mereka selalu menjaga komitmen mereka masing-masing. Aku sangat salut dengan mereka. Saling percaya dan saling mencintai.
Tapi, nah ini yang tidak enak.. Karena pada setiap apa selalu ada kata tapi. Tapi rasa mencintai yang berlebihan juga tidak baik. Rasa yang berlebihan itu semakin merobek relung mereka. Singkat cerita mereka berpisah karena memang sulit untuk menjalin hubungan jarak jauh. Jikalau adapun pasti sangat sulit. Kepercayaan yang terlalu dipupuk lama-lama juga overdosis sehingga mereka memilih kata paling akhir, yaitu mencintai tidak memiliki. Pahit memang untuk mengatakan berpisah. Bagi mereka, mencintai ialah saaat mereka bisa melihat pasangan mereka tersenyum meskipun pasangannya itu bersama orang lain. Teorinya memang benar, kelihatan tegar saat mengatakan itu, tapi nyatanya? Faktanya apa? Sulit, sangat sulit.
Mawar orang yang sangat dewasa, disiplin, dan ia kuat. Tegar. Dalam keadaanya yang serba berat itu ia masih menyempatkan diri untuk mengurus rumah, semua pekerjaan rumah ia kerjakan tanpa meminta imbalan. Ia anak yang prihatin terhadap ayahnya. Saat ayahnya dalam keadaan sulit, ia selalu membuat ayahnya merasa nyaman dengan keadaannya. Ia melakukan semua pekerjaan rumah seperti memasak, mencuci, hingga mencabut rumput di halaman depan rumahnya. Ia senang sekali memasak, bahkan masakannya ia jual di sekolah untuk menambah kebutuhan keluarganya. Setelah lulus SMA, di saat setiap teman kami berangan hendak melanjutkan studi ke perguruan tinggi terkenal A, B, C atau D ia dengan santai berkata, “ Belum tahu aku mau lanjut atau mau kerja saja.”
Kerja? Kerja apa kau dengan ijazah SMA?
Ya itulah Mawar. Gigih, pantang menyeah sebelum mencoba. Cita-citanya menjadi ibu rumah tangga yang baik dan mengurus/mengasuh anaknya beserta suaminya kelak. Aku sendiri juga tidak ngeh mendengar cita-cita ini. Tapi aku bilang, apa yang kita ucapkan ialah doa untuk kita sendiri dan semoga itulah yang akan terjadi. Alam akan membawa kita pada hal-hal yang kita pikirkan. Itu yang disebut dengan law of attraction. Hukum tarik menarik.

Oke, kembali ke cerita Mawar itu tadi.
Setelah 4, 5 bulan berjalan dan kami tidak memutuskan tali komunikasi kami, kami tetap saling contact, melalui email, friendster atau SMS. Kami saling bertukar cerita. Mengenai aku, dia, dan semua yang dapat kami ungkapkan. Dia selalu memberi dukungan dan saran hingga kritik terhadap aku, apapun bentuknya, seperti doa dan semangat. Aku melihat semangat yang begitu kuat dari dirinya. Ah, betapa beruntungnya aku mengenal orang seperti Mawar. Setelah perpisahan di SMA itu, kami berpelukan untuk yang terakhir kali dan mengatakan bahwa kami akan bertemu kelak jika kami sudah sama-sama menjadi “orang” yang sukses, mempunyai keluarga bahkan anak, canda dan tawa kami waktu itu masih tersimpan jelas di pikiranku.
Selang waktu itu dia pun selalu bercerita mengenai kehidupannya sekarang. Mawar pindah ke Surabaya sejak lulus. Begitu pula dengan adiknya. Waktu itu ia berkata bahwa mimpinya mempunyai restoran, tapi menurutnya tidak mungkin jika mempunyai resto yang sukses tapi tidak mempunyai pengalaman dan modal yang kuat. Oleh karena itu ia memutuskan untuk menjadi karayawati di beberapa resto, dsb. Okelah kawan, jika itu mimpimu dan hal itu bias membuat mimpimu terwujud ya kenapa tidak? Toh pekerjaan itu tetap halal, begitu kataku.
Semua keluh kesahnya hidup di kota besar dan metropolis seperti Surabaya sudah aku dengar, seperti saat di saat ayahnya sedang meniti karir dari nol membuka toko listrik di rumahnya, belum genap dua minggu, tokonya sudah disatroni tamu tak diundang. Betapa naasnya hidup Mawar. Mereka hidup tidak mewah namun juga tidak kekurangan. Gara-gara kejadian itu ia mengurungkan niatnya yang waktu itu sedang ingin mengikuti banyak kursus, karena sudah jelas keluarga mereka sedang kekurangan uang. Jangankan kuliah, untuk mengikuti kursus pun Mawar tidak berani. Ia lebih mengutamakan sekolah adiknya daripada untuk biaya dirinya.
Aku trenyuh.
Sebulan aku sibuk hingga aku kami pun tidak saling komunikasi, kabar yang kudengar terakhir ia mendaftar pada suatu perguruan tinggi swasta di sana setelah dipaksa oleh ayahnya. Okelah, semoga sukses kawan!
Itu pun dia sudah telat dalam pendaftaran kali itu.
Aku hanya mesem.
Dua bulan kemudian aku mendengar bahwa dirinya memang sudah tidak bisa bersatu dengan kekasihnya, Robert, karena dipaksakan bagaimanapun memang ternyata hanya menimbulkan sakit luar biasa pada benak mereka. Kabar itu aku dengar tidak pada saat itu juga, jadi sudah agak lama baru aku dikabarinya. Kabar itu sudah cukup membuatku kaget setengah mati belum lagi kabar yang kedua bahwa Mawar sedang dijodohkan dengan anak kenalan neneknya yang lebih tua 11 tahun dengan dirinya! Oh my God! Kabar apalagi ini?
Pada awalnya memang aku yang jadi konsultan cintanya dengan Hendra, kekasih barunya itu. Setiap masalah yang terjadi pada Mawar selalu ditumpahkan kepadaku dan akulah yang akhirnya menjadi penasihatnya…
Oke..Oke untuk hal seperti ini aku dan Mawar memang lumayan jago, tapi Mawar untuk dirinya sendiri ia masih membutuhkan orang lain, dan orang lain itu adalah aku!
Permasalahan tanggapan karena berbeda umur memang sering menjadi pokok utama. Ia menganggap Hendra terlalu tua sehingga tidak mengerti perasaan si Mawar yang lebih muda. Ya aku bilang saja, karena dia tua makanya dia tidak mengurusi hal-hal seperti yang kamu inginkan. Hiburku waktu itu. Seperti masalah cemburu, selingkuh dengan si A atau si B sudah bukan menjadi urusan Hendra sekarang.
Curhat semacam itu sudah biasa di mataku jadi aku tidak kaget lagi setiap ada SMS masuk dengan nama pengirim : Mawar.
Suatu hari di siang bolong aa SMS dari dirinya yang mengabarkan bahwa dirinya akan menikah akhir bulan ini dengan Hendra karena dirinya tengah mengandung anak Hendra dan sudah jalan dua bulan masa kehamilannya! Benar-benar berita fantastis!
Demi Tuhan yang kukhawatirkan sekarang ialah janin yang tengah dikandung! BUKAN YANG LAIN!! Aku saat itu tidak peduli dengan dirinya dan hubungannnya dengan keluarganya, ataupun mengenai pernikahannya atau apanya! Aku tidak urusan dengan hal semacam itu! Bayi yang anugerah dari Tuhan itu bahkan tidak mengerti apa-apa! Sedangkan ibunya juga tidak tahu apa-apa mengenai dirinya dan anaknya! Gila. Benar-benar gila!
Tak bisa kubayangkan wajah Mawar saat ini. Tapi ketika kutanyakan mengenai bagaimana rasanya? Mengapa bisa begitu? Lalu apa yang hendak kau lakukan? Dan sebagainya..
Ia menjawab dengan santai..

Ya sudah terlanjur… Mau apa lagi…
Rasanya yaaaa tidak enak…Mual, ingin muntah…
Setelah ini bla…bla..bla…

Kau menyesal?

TIDAK.
AKU TIDAK MENYESAL.

Kaget lagi aku.

“AKU TIDAK MENYESAL TELAH MELAKUKANNYA KARENA PADA SAAT ITU KAMI MELAKUKAN DENGAN KESADARAN PENUH, SAMA-SAMA MAU DAN AKU TIDAK MERASA TERBEBANI DENGAN ANAK YANG TENGAH BERJUANG HIDUP INI KARENA AKU MENGINGINKANNYA MESKIPUN PADA AWALNYA MEMANG TIDAK.”

Ah, Mawar pada awalnya tidak menginginkannya.. Tapi ia sadar bahwa ia telah melakukan suatu kesalahan besar dalam hidupnya dan sekarang ia tidak mau mengulang kesalahannya lagi. Tidak mau.
Keputusannya ia akan nikah muda, ia mengetahui segala resikonuya dan ia siap untuk itu. Betapa tegar nyalinya mengarungi kehidupan yang kejam ini. Jika aku yang menjadi dia, belum tentu aku mampu menghadapinya. Karena cobaan berat itu meskipun kita sudah tahu, akan masih ada yang lebih menyulitkan kita. Jika kau punya mimpi dan aku harap mimpi itu indah sehingga apa yang kau inginkan memang benar-benar terjadi. Sesaat aku tercenung memikirkan kehidupan Mawar kelak. Namun hari yang dilalui Mawar sudah dimulai dengan banyak problema dari intern maupun ekstren. Kadang berita yang dibawa padaku sampai saat ini bertema kebahagiaan, tapi tidak jarang berita yang disodorkan padaku merupakan berita yang juga membuat kepala sedikit berat untuk memikirkannya. Sempat ingin menangis juga mendengar kabar seperti itu, di mana Mawar mulai melewati masa-masa sulitnya dalam kehidupan dua keluarga yang mempunyai karep (keinginan) sendiri-sendiri. Lalu penengah macam apa yang diharapkan Mawar saat ini? Aku sebagai kawan cuma bisa mendoakannya supaya kehidupannya membaik dan terus membaik dan semoga saja mimpi Mawar semakin indah…
Masalahnya ialah nikah muda, kata lainnya nikah dini, dan sebagainya, aku tidak tahu istilah apa yang dipakai orang jaman sekarang. Ketika orang, hm.. Aku sebut saja pasangan. Oke? Ketika sepasang insan memutuskan untuk mengikat dirinya sebagai suami istri, itu artinya mereka telah berani memutuskan bahwa komitmen yang akan dijalani berlaku seumur hidup, karena apa yang akan dilakukan suami istri tentunya akan terpatri seumur hidup pada history (sejarah) seseorang kelak hingga ajal menjemput. Ketika komitmen itu mengeras dan dipenuhi tekad yang sangat bulat, mereka harus sudah dituntut untuk mempertanggungjawabkan segala kewajibannya sebagai suami atau istri, sebagai orangtua, sebagai panutan, teladan, sebagai masyarakat, sebagai salah satu bagian kecil dalam sebuah keluarga besar, hingga sebagai mahkluk ciptaan Tuhan dalam usia dini…
Pernikahan tidak ada salahnya. Kalau embel-embelnya dini?
Apakah masih salah? Menurutku tidak juga selama mereka MAMPU itu tadi. Sudah rela dan menyanggupi semua syarat yang diajukan. Ketika seorang yang muda dan itu adalah usia di mana ia menikmati masa muda dengan mimpi-mimpi seperti oranglain, studi misalnya, dan sebagainya, ada juga orang ini yang mau menghadapi bahtera keluarga. Aku belum mengalaminya jadi aku tidak bisa berkata banyak. Mungkin khususnya bagi wanita, menjadi ibu rumah tangga ialah sesuatu yang kalem dan wajar. Menikah adalah impian setiap wanita. Punya anak, apalagi. Rasanya memang belum menjadi seorang wanita jika belum melahirkan. Tapi permasalahannya ialah letak waktunya. Mungkin nggak di jaman sekarang yang serba susah gini orang masih bercita-cita seperti itu? Mampu secara fisik, okelah. Mampu secara batin? Hm….. Aku cuma mikir apa jadinya orang melihat aku? Mampu secara materiil? Lha ini…………. Sektor paling berat ada di sini deh…. Bisa dilanjutkan sendiri jawabannya.

Tidak ada komentar: